Mengenal Lebih Dekat Bugis Wajo

 ASSALAMU ALAIKUM WARAHMATULLAHI WABARAKATUH
Hai teman-teman, dalam postingan pertama saya ini, saya akan membahas tentang SUKU BUGIS yang sudah amat terkenal sampai ke-antero dunia. Bagaimana tidak, hampir tak ada negeri yang tidak pernah dikunjungi oleh suku BUGIS. Namun dalam postingan saya kali ini akan mengkhusus membahas mengenai BUGIS WAJO. Mungkin saudara bertanya mengapa saya mengkhusus membahas tentang bugis wajo. Tentu karena saya orang Wajo. 
lambang Kab. Wajo

       Dimana ada peluang bisnis, disanalah saudara dapat berjumpa orang Wajo. Perumpamaan itu menunjukkan bahwa betapa orang bugis memiliki sifat kewirausahaan yang tinggi, yang telah mendarah daging pada setiap pribadi Wajo. Tellu Ampikalena To Wajoe (tiga prinsip hidup orang Wajo) yaitu tau’E ri Dewata’E, Siri’E ri padatta rupatau, Siri’E ri watakkale (ketaqwaan pada allah s.w.t. rasa malu pada orang lain dan pada diri sendiri). Tiga prinsip hidup inilah yang membuat orang Wajo memiliki etos kerja yaitu resopa natinulu natemmangingi,nalomona nalettei pammase deawata Seuwae (hanya dengan kerja keras, rajin dan ulet, kita mendapat keridhaan Allah Swt). Selain itu hal ini dilatar belakangi oleh keinginan orang wajo untuk merdeka dan sebagai tanda protes kepada raja yang memerintah secara tidak adil dan mereka tidak mungkin melakukan perlawanan fisik, maka bentuk perlawanannya ialah meninggalkan negerinya. Bilamana Batara Wajo atau Arung Matoa Wajo tidak menegakkan citra abstraksi konstitusi Kerajaan Wajo yang tersirat dalam ucapan “Maradeka To-Wajo’e Ade’ Emmi napopuang” (Rakyat Wajo merdeka, hukum yang dipertuan) maka ketika itulah rakyat mengingatkan pada Batara perihal “Perjanjian Cinnotabi” yang substansial meletakkan dasar tatanan kemasyarakatan dan kenegaraan “Republik Wajo”. Yang kita tahu, setelah kekalahan Kerajaan Wajo dari Kerajaan Bone yang bersekutu dengan Belanda, masyarakat Wajo didera kemiskinan. Itulah sebabnya mereka meninggalkan negerinya untuk mencari lapangan kehidupan yang lebih baik. Untuk mereka ini, sadar atau tidak, mereka berpedoman pada makna dari untaian kata-kata “lebbimui mate maddarae dari mate tammanre”, artinya adalah “ lebih berharga mati berdarah daripada mati kelaparan”. Apalagi orang Bugis itu pantang terhadap apa yang disebut “berpangku tangan”, mereka selalu berpegang pada ungkapan: “Resopa temmangngingi, malomo naletei pammase Dewata” (hanyalah usaha yang tidak kenal lelah dan putus asa, memungkinkan dianugrahi berkah Dewata).

Namun mungkin banyak di antara saudara sekalian bertanya-tanya mengapa orang bugis selalu bekerja keras? Jawaban yang menurut saya tepat adalah: karena orang Bugis adalah salah satu suku yang paling banyak kebutuhannya. Ketika memasuki usia dewasa, orang bugis berpikir untuk mulai menikah. Dan biaya menikah Bugis itu tidak murah. Setelah menikah, ia mulai memikirkan untuk memiliki rumah dan kendaraan. Setelah ia mendapatkannya, ia mulai berpikir untuk memenuhi kebutuhan utama orang Bugis yaitu naik Haji. Dan setelah itu tercapai, maka kebutuhannya kembali lagi dari awal dan terus berulang. Karena kebutuhan yang tinggi itulah orang bugis umumnya memiliki etos dalam bekerja keras.
     Satu lagi mengenai orang bugisWajo, yaitu siri'. Siri' dalam Bahasa Indonesia dapat berati rasa malu atau lebih tepatnya lagi harkat martabat. Assosoreng iyya mparekkenggi sirina assilomperengna artinya keturunan yang diajarkan bagaimana mempertahankan kehormatan keluarga. assosoreng iyya sitinasai passilennereng siri'na padanna rupa tau, kuetopa paimeng artinya keturunan yang diajarkan menjaga martabat orang lain dan dirinya sendiri. Dan masih banyak lagi peribahasa peribahasa orang bugis yang menggambarkan betapa orang bugis itu, khususnya di Wajo sangat menjaga yang namanya siri'. Jika orang bugis sudah merasa dipermalukan, dihina, maka ia rela melakukan tindakan apapun demi memperbaiki kehormatan dirinya dan keluarganya. Inilah salah satu yang membedakan suku bugis dengan suku lainnya di Indonesia, khususnya bagian Timur. Saya mengambil contoh kecil dalam masyarakat, anak muda wajo akan merasa masiri'  kalo tidak memakai pakaian yang bermerek, mereka akan malu jika tidak pakai celana merek Levi's atau Boss (contoh broth), dibandingkan suku di Papua yang sudah merasa cukup dengan koteka saja.

12 komentar:

  1. mantap sekali... artikel pertama yang sangat bagus ! mantap brayy

    BalasHapus
  2. mantap brayy, bgus artikelnya

    owner = www.fachrulrijal.blogspot.com

    BalasHapus
  3. Tentang Bugis :
    Bugis adalah suku yang mengembara, di daerah saya di Kalbar, terutama di pesisir pantai banyak ditemui suku Bugis, dan disini antara Melayu dan Bugis seperti dua sisi mata uang. sudah menjadi satu kesatuan. Adat Melayu juga adat Bugis dan sebaliknya. Disini juga ada desa yg namanya Desa Wajok. di Mempawah ada istana kerajaan yg dulunya rajanya berasal dari suku bugis dgn nama Opu Daeng Manambon.

    BalasHapus
  4. bagus juga,,, tp lbih keren lagi kalau mempost BUGIS BARRU (lawallu)

    BalasHapus
  5. bagus artikelnya,,,,
    tapi gerbang selamat datang di kota sutera sudah menghilang.

    gak nyambung yah????

    BalasHapus
  6. Orang wajo suka merantau dan di setiap daerah pasti ada,dengan jiwa berdagang yg tinggi meninggalkan kampung halaman untuk mencari rezeki dan kalau dipikir pikir jarang org wajo yg bekerja kantoran semuanya berpikir untuk menjelajah tanpa memikirkan apa yg akan dihadapinya kelak di tanah rantau..dengan semboyan pantang pulang sebelum berhasil,

    BalasHapus
  7. U lira' Mata toni tale'ja i Tana Sengkang wajo..patenung ogi ana wajo...

    BalasHapus
  8. ALhamdulillah saya sudah sampai ke wajo.. kampung bapak. Walaupun masa disana singkat,tetapi penuh kenangan.

    BalasHapus
  9. Bermanfaat kpda bugis wajo..saya jga wajonya sengkang..

    BalasHapus
  10. Apa bisa dijelaskan ciri fisik nya. ??

    BalasHapus
  11. Saya juga berdarah bugis wajo. Saya bangga menjadi anak bugis.

    BalasHapus
  12. Sangat bagus saya berdarah bugis wajo.saya bangga menjadi anak bugis

    BalasHapus